Kamis, 19 Februari 2009

Bunga Jiwaku

Satu.......Kau Begitu Indah
Dua........Kau Memang Menggoda
Tiga........Kau Beri Harapan,
Aku Jadi Tak Sabar
Langit........Tak Begitu Gelap,
Malam.......Menyenapkan Hasrat
Engkau......Ada Disampingku,
Jangan Diamkan Aku
Bawalah Aku Kedalam,

Kedalam Hangat Dirimu
Bawalah Aku Kesana,
Menari Dalam Pelukaan...........mu
Dekap.....Dekaplah Diriku,

Dengar.....kan Debaran Hati
Jangan......Kau Ragukan Aku,
Engkau Bunga Jiwaku
Hasrat semakin terbang,
Melayang ke langit cinta
Andai sejauh itu,
Kau inginkan diriku
Kukan ada untukmu

For My Love

Kasih
Kau hadir dengan sejuta keindahan

Kau tarik ku dengan pesonamu
Membawa diriku ke alam cinta
Bicaramu membuat tubuh ini bergetar
Matamu pancarkan kesetiaan
Membuat diriku semakin cinta
Kasih peganglah tanganku dan tatap mataku

Betapa aku mencintaimu
Katakanlah saat ini sayang
Bahwa aku hanya milikmu... milikmu...

Kuingin cinta kita berdua

Abadi sampai saat ini
Sampai nanti sampai kita mati
Kasih peganglah tanganku dan tatap mataku
Betapa aku mencintaimu
Katakanlah saat ini sayang
Bahwa aku hanya milikmu... milikmu...

Entah

Entah masihkah ada cinta di hatiku untukmu
Entah kapankah ku dapat membuka hati untukmu
Tak pernah kubayangkan cerita kita berakhir begini

Teganya kau dustai semua janji kita berdua
Entah masihkah ada cinta di hatiku untukmu
Entah kapankah ku dapat membuka hati untukmu
masihkah ada cinta dihatiku

di hati kecilku berharap kau masih bagian dari hidupku

Sabtu, 14 Februari 2009

JATUH CINTA

Kemarin seorang bercerita denganku
Tuturkan kisahnya dalam nada canda
Dia bilang hidup ini terlampau indah
Aku tanya mungkinkah?

Semalam ia menelponku
Ungkapkan isi hatinya
Ia namakan itu “curhat”
Aku namakan itu “jerat”

Terus, barusan aku bertemu dengannya
Kupandang wajahnya ia mainkan matanya
Ia sebut itu trik gaul
Aku sebut itu trik godaan

Sekarang ia hadir lagi dalam otakku
Mencuri pikiranku, menghabisi waktuku
Orang bilang itu tanda jatuh cinta
Aku bertanya, mungkinkah?

Keagungan cinta

kelam bagaiKan hitam,
Putih laksana suci,
Kilau matanya bagai cahaya
yang menerangkan hati dari
gelapnya dosa dunia,,
Derai angin yang menyapa,
dengan kesejukannya
membuAt ku taK mampu
merasakan besArnya
keagungan Cinta,,

KEHIDUPAN

Selagi nafas dan nyawa nyangkut di badan
tetap saja ada bahagia dan ada sengsara
ketika sengsara - usahalah bertahan
ketika bahagia - senang dan gambira
usahalah dan ingat-ingat yang akan datang
pintu sengsara siapa tahu sudah menunggu
kata orang penghidupan bagaikan roda pedati
sekali ke atas sekali ke bawah jatuh bangun bangkit kembali.
Negara kita rasanya diragukan
apakah negara demokrasi yang pasti adalah negara korupsi.
Di antara pedoman kehidupan adalah keterbukaan - kejujuran dan saling kepedulian dasar-dasarnya adalah kerja-keras lihat-lihatlah tetangga - kenalan - teman dan sahabat berbuat baik boleh sering-sering berbuat jahat sekalipun pantang.
Negara kita rasanya bukanlah negara hukum yang pasti adalah negara yang gampang menghukum bagi orang-orang kecil dan awam.
Kehidupan susah dan senang bahagia dan sengsara bagaikan putaran angin terkadang angin buritan terkadang angin sakal terkadang angin haluan harus pandai memegang kemudi agar perahu mampu melaju agar bisa sampai agar bisa tercapai,-

INILAH CINTA

Sekarang kulihat kekasih jiwaku,
mutiara segala ciptaan,
terbang ke langit bagaikan roh Mustafa;

Matahari malu melihat wajahnya,
di angkasa cuaca kelam kabut bagaikan hati;
Cahayanya membuat air dan lumpur lebih terang daripada api.

Kataku,
“Mana tangganya untuk tempat naik, tunjukkan! Aku ingin juga terbang ke langit!”

Ia menjawab,
“Tangga tempatmu naik ialah kepalamu, sujudkan kepalamu di bawah telapak kakimu!”

Apabila kau jejakkan kakimu di atas kepalamu, maka kakimu akan mengendarari bintang-bintang!
Apabila kau ingin mengarung angkasa luas, angkatlah kakimu ke langit, mari naik!
Di hadapanmu terbentang seratus jalan menuju langit, setiap subuh kau terbang tinggi ke langit seperti seuntai doa.

cinta maha dahsyat

Kerana cinta duri menjadi mawar
Kerana cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta pentungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta kemalangan menjadi keberuntungan
Kerana cinta rumah penjara nampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta timbunan debu kelihatan sebagai taman
Kerana cinta api berkobar menjadi cahaya menyenangkan
Kerana cinta Saytan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta batu keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta duka menjadi riang gembira
Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta singa tidak menakutkan bagaikan tikus
Kerana cinta sakit menjadi sihat
Kerana cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan

Jumat, 13 Februari 2009

Dengan alunan pilu seruling bambu
Sayu sendu lagunya menusuk kalbu
Sejak ia bercerai dari batang pokok rimbun
Sesaklah hatinya dipenuhi cinta dan kepiluan

Walau dekat tempatnya laguku ini
Tak seorang tahu serta mau mendengar
O kurindu kawan yang mengerti perumpamaan ini
Dan mencampur rohnya dengan rohku

Api cintalah yang membakar diriku
Anggur cintalah yang memberiku cita mengawan
Inginkah kau tahu bagaimana pencinta luka?
Dengar, dengar alunan lagu seruling bambu

SATU ISLAM, SATU INDONESIA, SATU ILUSI

Ada kontradiksi dalam Bhinneka Tunggal Ika. Konsep itu hanya bisa diwujudkan lewat toleransi, bukan peleburan.

"Hanya dengan persatuan umat Islam bisa berjaya kembali," begitulah kata khatib khutbah Jumat yang sering kita dengar. Sebuah organisasi Islam, Majelis Mujahidin, belum lama ini meminta stasiun televisi menarik iklan layanan masyarakat bertemakan "Islam Warna-Warni" yang dianggap melecehkan. "Islam itu satu, tidak berwarna."

"Persatuan dan kesatuan adalah modal utama kemerdekaan Indonesia." Begitulah bunyi spanduk jalanan untuk memperingati proklamasi kemerdekaan hari-hari ini. "Hanya dengan persatuan, Indonesia bisa menyelesaikan krisis dan keluar dari kemelutnya." Presiden Megawati Soekarnoputri menggaungkan tema itu dalam berbagai kesempatan.

Persatuan! Sayangnya, persatuan adalah kata yang problematis, baik dalam agama maupun nasionalisme.

"Satu Islam" adalah ilusi. Sejarah Islam menyaksikan betapa perbedaan menafsirkan Islam sudah berlangsung hanya sebentar setelah Rasulallah Muhammad wafat. Silang-sengketa bahkan sempat menumpahkan darah. Tiga dari empat khalifah pertama tewas terbunuh.

Dan berabad kemudian, bersama menyebarnya Islam ke berbagai pelosok dunia, kita menyaksikan Islam yang demikian beragam. Ada dua aliran besar dalam Islam: Sunni dan Shiah. Dalam Sunni sendiri ada empat mazhab yang dikenal. Ahmadiyah, salah satu sekte yang populer di Pakistan, punya dua pecahan: Lahore dan Qadian. Ada ratusan kelompok tarekat (sufi) di seluruh dunia yang masing-masing boleh dikatakan khas. Bercampur dengan politik dan tradisi, kita juga mengenal dua organisasi besar Islam di Indonesia yang berbeda watak: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Bagi orang Muhammadiyah, hanya ada "satu Islam" seperti yang dipahaminya. Demikian pula bagi kaum Nahdlyin. Bagi orang Iran, Shiah adalah "Islam yang satu" seperti bagi orang Malaysia Sunni itu "Islam yang satu" pula. Islam tidak unik dalam keragamannya. Semua agama --Yahudi, Kristen, Buddha dan Hindu-- mengenalnya. Tidak unik pula bahwa, dibaurkan oleh kepentingan politik, ekonomi dan identitas budaya, masing-masing pecahan agama saling bersaing untuk merebut pengaruh. Minus perang dan persengketaannya yang berdarah, keragaman mazhab dalam satu agama itu adalah keindahan sekaligus keniscayaan.

Islam, seperti ditunjukkan oleh sejarahnya, adalah berwarna. Bukan berarti masing-masing mazhab dan aliran tak bisa bekerjasama atau "bersatu". Tapi, itu hanya mungkin dipahami lewat kesediaan untuk menerima ambiguitas manusia: "Kita mempercayai sesuatu yang mutlak, tapi mentoleransi kemungkinan orang lain mempercayai kemutlakan berbeda."

Menerima kemutlakan sekaligus mengakui relativitas adalah keniscayaan orang dalam beragama seraya bisa hidup berdamai dengan manusia lain.

Memaksakan "satu Islam" kepada semua penganut Islam, sebaliknya, tentulah menyalahi watak toleransi Islam. Obsesi seseorang atau suatu kelompok terhadap yang "satu" hanya mungkin dilakukan lewat pemaksaan, seringkali lewat kekuasaan senjata, dan itu menyalahi konsepsi Islam yang dasar, bahwa "tidak ada paksaan dalam agama".

Islam juga tidak unik dalam sejarahnya yang seringkali diwarnai darah. Gereja Katolik dan kaum Protestan telah memanfaatkan kolonialisme-penindasan ekonomi, politik dan senjata-untuk menyatukan umat manusia di bawah Kristus yang satu. "Persatuan" yang bersifat menindas bahkan berlaku hampir dalam semua ideologi, termasuk komunisme dan nasionalisme.

"Satu Indonesia", dalam konteks sejarah nasional Indonesia, telah berulangkali menjadi sarana untuk menindas. Pada zaman Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno yang terobsesi dengan persatuan telah menjadikan slogan "persatuan dan kesatuan" menjadi dalih untuk memberangus partai politik. Begitu pula dengan Rezim Soeharto yang memanfaatkan "asas tunggal Pancasila" untuk membungkam suara-suara berbeda. Dan pada tahun-tahun terakhir, slogan yang sama dipakai pula oleh kaum nasionalis di PDI Perjuangan dan kaum militer untuk menolak federalisme.

Negeri kita memang mengenal konsep "Bhinneka Tunggal Ika" atau "berbeda-beda tapi satu". Tapi dalam berbagai zaman, kita cenderung memakai "ika" untuk memberangus "kebhinnekaan"; keseragaman untuk membunuh beragam aspirasi politik dan budaya.

Seperti dalam agama, penyeragaman interpretasi terhadap ideologi negara hanya dimungkinkan lewat pemaksaan, penahanan, pembunuhan, dan penindasan budaya.

Pada 1960-an kita memaksa orang-orang keturunan Tionghoa, misalnya, untuk mengganti nama mereka dengan nama Jawa, Sunda atau Batak serta melikuidasi budaya dan keyakinannnya demi "persatuan". Melihat kerusuhan Mei 1998, ketika Orde Baru rontok, kita baru menyadari bahwa pembauran seperti itu hanya bersifat permukaan dan bahwa perbedaan tetap berakar jauh di alam bawah sadar.

Persatuan memang diperlukan, terutama ketika negeri menghadapi krisis. Tapi, persatuan hakiki hanya mungkin berlangsung jika masing-masing pihak mengakui perbedaan seraya menyadari pentingnya bekerja sama untuk mewujudkan kepentingan bersama. Itulah pula esensi dari persatuan yang muncul dalam Sumpah Pemuda 1928. Persatuan bukanlah peleburan.

Jika kita berpendapat bahwa persatuan dalam makna peleburan merupakan kunci kemerdekaan Indonesia, kita layak untuk menyimak kembali perdebatan 1930-an antara Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir di satu pihak dengan Soekarno di pihak lain.

Pada waktu itu, Soekarno yang terobsesi oleh persatuan menginginkan partai-partai politik bergabung dalam wadah tunggal Permufakatan Pehimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Hatta tidak sependapat. Bagi dia perhimpunan itu tidak perlu menjadi satu organisasi tunggal melainkan sebaiknya menjadi cikal bakal parlemen Indonesia merdeka. Parlemen yang mengakui keragaman partai-partai.

Konsep kemerdekaan Indonesia, bagi Hatta yang cenderung demokrat dan federalis, tidak ada kaitannya dengan "peleburan atau penyatuan pemikiran politik". Sjahrir mendukung Hatta dan berpendapat bahwa tiap persatuan hanya akan bersifat taktis, temporer dan oleh karena itu insidental. Usaha untuk menyatukan bagian-bagian secara paksa hanya akan menghasilkan "anak banci". Persatuan seperti itu, menurut Sjahrir, hanya akan menjadi "sakit, tersesat dan merusak pergerakan".

Orang memang cenderung melihat perbedaan sebagai perpecahan. Keliru. Ekosistem yang kuat di alam dipelihara oleh kebhinnekaan "spesies"-nya. Makin beragam spesies di dalamnya, makin stabil ekosistem itu. Hutan tropis Kalimantan akan segera punah jika semua lumut dan ganggang dipaksa menjadi pohon jati yang seragam. Sama pula dengan Indonesia.

"Bhinneka Tunggal Ika" hanya akan menjadi konsep yang efektif lewat toleransi atas perbedaan, bukan peleburan. Itu tidak hanya berlaku untuk Islam, tapi juga untuk Indonesia

Pada Saatnya

Pada Saatnya,
Ketika musim berganti
Dan gugusan mendung yang ranum
Menitikkan tetes hujan pertama
Biduk yang kukayuh akan merapat ke dermagamu
Menyibak kabut keraguan
Lalu mendamparkan hasrat yang hangat dibakar rindu

Pada Saatnya,
Di ujung perjalanan
Akan kubingkai binar matamu
Bersama gelegak gairah jiwaku
Menjadi lukisan indah di lekuk cakrawala
Dalam leleh cahaya bulan melumuri langit
ditingkah semilir angin laut dan tarian ombak
membelai lembut kristal pasir pantai

Pada Saatnya,
Akan kubuatmu terjaga dari lelap tidur
lalu bersama merajut impian yang tak segera usai,
Dalam genangan cinta dipalung kalbu
Dan getar cumbu tak berkesudahan